Minggu, 22 Mei 2011

Terbentur Realita



Membaca dan menonton berita akhir-akhir ini, bom dan ledakan bom di Indonesia menjadi hal yang biasa layaknya gorengan yang dijual di pinggir jalan atau kacang rebus yang dijajakan di tiap tikungan. Tapi bukan bom atau ledakannya yang ingin kubahas kali ini. Baru-baru ini, pihak berwajib telah menangkap orang-orang yang diduga terlibat dalam aksi bom buku yang laris manis bak kacang goreng, dan itulah yang menjadi highlight dalam tulisanku ini. Para pelakunya. Lebih fokus lagi adalah dua anggota tim pelaku bom buku tersebut. Dua di antaranya, seorang ditengarai pernah berprofesi sebagai sutradara (mungkin dari sebuah rumah produksi), dan seorang lagi masih menjadi karyawan dengan jabatan kameramen di sebuah stasiun televisi swasta nasional.

Sejak munculnya penemuan para polisi tersebut, terlintas pertanyaan pada diriku sendiri, mengapa bukan aku?

Hei, jangan salah sangka, aku tidak bertanya, mengapa bukan aku yang terpilih untuk menjadi salah seorang anggota tim perakit bom yang meresahkan masyarakat. Amit-amit dah. Maksudku adalah, mengapa bukan aku yang seharusnya menjadi karyawan? Mengapa bukan aku yang dipercaya untuk menjadi seorang anggota tim pada suatu bidang di sebuah perusahaan ternama? Haha, itu saja kok. Kenapa mereka—pihak perusahaan ternama itu—justru mempercayai orang-orang yang ternyata kemudian terlibat dalam hal yang menjerumuskan mereka dalam perkara hukum dan membuat masyarakat luas merasa was-was?

Belum lagi kasus “Penipu Cantik”. Seorang gadis cantik yang doyan berganti pekerjaan dan ternyata seorang penipu, or so they said. Sampai sekarang belum diketahui mana yang benar dan mana yang salah karena ternyata dari pihak si pelaku dan keluarganya, si Penipu Cantik tersebut sebenarnya hanya memiliki urusan utang-piutang dengan kawan-kawannya—hal yang biasa terjadi saat kehidupan masih mengalir—namun salah seorang di antaranya ada yang tidak menyukainya (atau mungkin sudah merasa sebal kemudian muak karena utangnya tidak segera dibayar) dan menyebarkan fitnah mengenai “penipuan oleh si Cantik” tersebut.

Satu lagi, kasus si “Cantik Karyawan Bank Penggelap Uang”.

Tidak habis-habis pembicaraan mengenai mereka.

Back to the context. Mengapa bukan aku yang lurus dan jujur ini yang dipercaya oleh pihak perusahaan ternama untuk mengemban suatu jabatan dalam posisi kru mereka?

Oke, mungkin kesalahanku satu-satunya terletak tatkala aku sedang menghadapi interviu pekerjaan. Aku ini orang yang grogi-an. Hanya saja, aku mungkin memang seorang penggugup, tapi aku adalah orang yang jujur. Atau psikolog ecek-ecek mungkin tidak bisa membedakan seorang yang asli penggugup dengan seorang penipu/pembohong yang berkeringat dingin ketika diberi pertanyaan berkenaan dengan pekerjaan?

Sementara tentu saja, seorang penipu yang sudah pakar pasti tidak akan berkeringat dingin ketika mendapatkan pertanyaan. Karena mereka sudah terlalu ahli untuk itu. Mereka seorang “pemain kawakan”. Pasti sudah terbiasa. Dan loloslah mereka dalam sesi wawancara kerja hingga mereka bisa bekerja untuk beberapa lama di perusahaan tersebut.

(Aku sedang tidak ingin membahas para petinggi yang juga melakukan aksi korupsi/kriminalitas kelas berat :D yang sedang kubicarakan hanya para kru dari yang berkedudukan terbawah sampai yang menengah saja)

Dalam frustasiku untuk mencari pekerjaan, sering pertanyaan itu terlontar dalam hati. Wahai para HRD Manager dan pimpinan serta pemegang saham, mengapa kalian pilih mereka yang pemalas/penipu daripada diriku? Aku ini kan gadis yang “benar”, yang tidak punya pikiran macam-macam?

Gimme a break. Yang benar saja. Hehe.

Selain para pegawai/karyawan yang ternyata bukan orang-orang yang “benar” dan “lurus”, ada juga pengamatanku mengenai kinerja para karyawan/pegawai yang sepertinya asal-asalan. Dalam hal ini aku mencermati para pegawai pada bidang bahasa, khususnya para penyunting bahasa dan pengalih bahasa (subtitling section crew).

Masih saja kudapati para penerjemah itu, atau editornya, membuat kesalahan. Hal yang paling sering kutemui dan kubaca adalah kata penghubung justru ditempelkan/dilekatkan pada kata keterangannya.

Kata yang seharusnya di tempat malah ditulis ditempat, yang semestinya di mana menjadi diketik dimana, kata yang bakunya ke mana malah menjadi kemana, di sini justru dijadikan disini, ke sini menjadi kesini, di sana menjadi disana, ke sana menjadi kesana, di situ menjadi disitu, ke situ menjadi kesitu, di luar menjadi diluar, ke luar menjadi keluar, di dalam menjadi didalam, ke dalam menjadi kedalam, yang lucu lagi adalah kemari justru menjadi ke mari, di antara dicetak diantara, di rumah diketik dirumah.



Malah pernah kubaca di negara menjadi diNegara juga di Irak menjadi diIrak. Atau kata ditempatkan menjadi di tempatkan. Atau lebih aneh lagi di tanggal sekian menjadi ditanggal sekian. Bila memang kata yang dimaksud adalah kata “ditanggalkan”, di mana partikel “kan”-nya?

Betapa lucunya manusia Indonesia. Jujur, aku terkadang juga tidak teliti, dan masih ada satu atau dua kata yang luput dari suntinganku. Tapi, bila kesalahan-kesalahan kata-kata itu terbaca di sepanjang film atau di sepanjang narasi, dapat dipastikan bahwa mereka memang tidak tahu, tidak pernah belajar soal itu, atau malas menyunting ulang?

Pada kawan-kawanku, aku sering mengemukakan cara paling mudah untuk membedakan mana yang harus ditempel/dilekatkan atau mana yang mana harus dipisah, yaitu dengan cara menyoroti kata keterangan dan kata kerja: kata keterangan tempat dipisahkan dan selain itu—yaitu kata kerja—disambung. Dengan kata lain, “di” selain kata kerja itu dipisah (“di” pada kata kerja itu disambung/ditempel). Maksudnya, “di” untuk kata tempat, dipisah.

Sekali lagi, itu hanya untuk memudahkan saja. Kita semua pastinya sudah tahu bahwa kata “di” dan “ke” yang berada di depan kata keterangan tempat tersebut adalah kata penghubung (kata sambung), sedangkan partikel “di” dan “ke” yang menempel pada suatu kata kerja adalah awalan (prefiks).

Kata penghubung/kata sambung tentu saja berbeda dengan awalan/prefiks.

Kata-kata yang sedikit menjebak adalah kata ke luar dan keluar, juga kata dibalik dan di balik. Ada konteks-konteks yang berbeda, tentunya.

Lebih mudah bicara dengan contoh bukan? Maka, inilah contoh yang kumaksud:

“Ia berjalan ke luar rumah”.

Berbeda dengan:

“Aku keluar dari perusahaan itu bulan Mei mendatang”.

Memiliki konteks yang sama seperti:

“Aku dikeluarkan dari keanggotaan tim karena berkhianat.”

Di balik tembok itu ada toko kue yang cukup terkenal.”

Contoh penggunaan kata di balik yang salah di media televisi:

Tidak berapa lama kemudian, media tersebut memberikan koreksi atas penulisan kata dibalik itu.

Kata di balik di atas berbeda dengan:

“Halaman buku itu dibalik oleh murid-murid atas perintah gurunya.”

Memiliki konteks yang sama dengan:

“Halaman buku itu dilipat oleh murid-murid atas perintah gurunya.”

Juga seperti:

“Halaman buku itu disobek oleh murid-murid atas perintah gurunya.”

Dengan kalimat aktifnya adalah:

Murid-murid membalik halaman buku itu atas perintah gurunya.”

Sering pula kudapati kata-kata yang tidak sesuai dengan EYD dengan kata lain, kata tersebut bukanlah kata baku. Lucunya lagi, ada kata yang bahkan bukan bahasa mana pun di wilayah Indonesia. Pernah kudapati di sebuah film berbahasa Inggris yang ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi nasional, pada suatu adegan terdapat teks alih bahasa dari kata prince yang diterjemahkan menjadi panggeran. Apa pula itu panggeran? Tentu aku paham bahwa yang dimaksud adalah pangeran, tapi tidak ada kata panggeran di kamus mana pun. Bahkan kata kokoh pun dirujukkan pada kata kukuh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sedangkan panggeran? Are you kidding me?

Pada film berbahasa Inggris dengan judul berbeda yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta nasional yang sama, ada kata “yes” yang bahkan tidak dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia. Wow. Memang sudah ada ya kata yes dalam Bahasa Indonesia? Maksa banget deh.

Atau misalnya kata-kata yang lain yang sering muncul dalam narasi, baik berita ataupun teks film:

Dokter gigi menjadi doktor gigi. Dan singkatan dokter menjadi Dr. bukan dr.

Jumat menjadi Jum’at. Doa menjadi do’a.*

Ada satu acara kuis di stasiun televisi swasta nasional berbeda yang mengajukan pertanyaan, “Penulisan manakah yang benar menurut EYD? Sanksi atau sangsi? Pakai huruf k atau huruf g?” Mereka membenarkan kata “sanksi”. Helloooo? Buset dah.

Sepengetahuan saya, sanksi dan sangsi—keduanya—adalah kata baku, namun berbeda arti. Lain lagi kalau pertanyaannya adalah, “Penulisan manakah yang benar menurut EYD yang bermakna hukuman?” Nah, itu baru nyambung dengan jawaban yang dimaksud oleh kru kuis tersebut

Jadi sekali lagi, kadang aku penasaran, mengapa bukan aku yang terpilih untuk menjadi salah satu anggota kru alih bahasa di stasiun televisi nasional tersebut?

Tentu saja aku pernah melamar ke salah satu stasiun televisi swasta, dan sudah bisa ditebak—bila saat ini aku mengeluh dan penasaran begini—kalau aku tidak diterima. Hehehe. Aku memang kemudian belum melamar ke stasiun televisi swasta yang lain, karena aku sadar bahwa mungkin belum rezekiku untuk menjadi bagian dari mereka. Aku memulainya lagi dari awal dengan melamar ke sebuah perusahaan distributor film, tapi tentu saja aku belum beruntung sampai sekarang :D :D.

Menjadi penerjemah dan editor bahasa di perusahaan media ternama—baik itu media televisi, media cetak, ataupun media elektronik lainnya—adalah salah satu impianku. Impian terbesarku hanyalah menjadi bagian dari publisher kenamaan—terutama pada bidang penerjemahan fiksi. Aku ingin mengawalinya lagi dari bawah dan kurasa itu cukup untuk membangun pondasi bagi impianku. Untuk saat ini berusaha untuk realistis, bahwa semua adalah suatu proses menuju satu titik tujuan, dan aku cukup lega bila bisa memulainya lagi dari 0 besar.

Oke, nobody’s perfect, jadi aku tahu bila tulisanku ini pun ada kesalahan. Maka, aku meminta maaf dan memohon koreksi, karena kita semua adalah pembelajar. Terima kasih sebelumnya.


*kata bercetak tebal adalah penulisan yang sesuai EYD dan unsur kebakuan dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar

Senin, 07 September 2009

21 September

The International Day of Peace alias Hari Perdamaian Internasional

Sejenak bakal terlintas.. Hari Perdamaian bukannya tanggal 1 Januari ya? Apa bedanya Hari Perdamaian tgl 1 Januari dengan Hari Perdamaian tgl 21 September? Tak masalah bagiku, toh semakin sering kita berusaha mengamalkan indahnya perdamaian di dunia yang majemuk ini maka makin indah hidup segenap umat manusia.

Hanya ingin merayakan rasa tersanjung bahwa salah satu Hari Perdamaian itu dicanangkan pada tanggal 21 September. ^_^

Senin, 26 Januari 2009

Review Developing the Curriculum by Peter F. Oliva

BAB 11

MEMILIH DAN MENGIMPLEMENTASIKAN

STRATEGI PENGAJARAN

MEMUTUSKAN STRATEGI PENGAJARAN

Pada saat tiba waktunya periode perencanaan, seorang guru menyusun sejumlah pendekatan yang mungkin dapat digunakannya dalam menciptakan unit pembelajaran mengenai suatu topik. Kemudian, guru tersebut harus memutuskan berapa banyak hari yang ia butuhkan untuk menyampaikan topik tersebut. Apakah kemudian ia akan menggunakan satu atau semua pendekatan yang telah ia pertimbangkan sebelumnya, lalu, pendekatan mana yang pertama kali ia gunakan, dan bagaimana ia akan menggabungkan pendekatan-pendekatan yang dipilihnya tersebut.

“Strategi” secara keseluruhan, meliputi metode, prosedur, dan teknik yang digunakan oleh guru untuk mempresentasikan mata pelajaran kepada murid-muridnya, dan untuk memberikan hasil yang efektif. Sebuah strategi pengajaran biasanya terdiri atas sejumlah prosedur atau sejumlah teknik mengajar.

SUMBER-SUMBER STRATEGI PENGAJARAN

Sasaran Pengajaran sebagai Sumber Strategi Pengajaran

Pilihan strategi pengajaran terbatas pada sasaran pengajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Terkadang, strategi pengajaran sudah terlihat jelas. Tak ada alternatif praktis, pada intinya, “sasaran pengajaran adalah strategi pengajaran itu sendiri”. Contohnya saja, bila sasaran pengajaran menyatakan: murid akan melakukan lompat tinggi. Maka, murid akan bisa lompat tinggi dengan melakukannya.

Mata Pelajaran sebagai Sumber Strategi Pengajaran

Mata pelajaran dapat menyediakan sumber strategi pengajaran. Guru harus membidik tepat ke mata pelajaran itu dan memutuskan fakta prinsip, pemahaman, tindakan, apresiasi, dan keterampilan apa yang harus dikuasai oleh para peserta didik. Sementara beberapa bidang pelajaran memiliki reputasi sebagai mata pelajaran yang sulit dipelajari—contohnya saja: kalkulus, kimia, dan fisika—beberapa bidang pelajaran lainnya jauh lebih sulit untuk diajarkan. Seperti halnya pelajaran moral, contohnya saja bila seorang pendidik berusaha mengajarkan anak didik untuk tidak mencontek. Maka, metode apa yang paling efektif untuk menanamkan sikap tidak menyukai tindakan mencontek?

Mengajar tentang suatu mata pelajaran berbeda dari mengajar suatu mata pelajaran yang merupakan pendekatan yang harus dihindari oleh guru berpengalaman. Pada ranah afektif, mudah sekali untuk terjebak dalam situasi di mana guru mengajar mengenai hasil yang diharapkan. Contohnya saja, murid sering membaca mengenai demokrasi sebagai pandangan hidup bangsa, namun murid sendiri tidak diberi kesempatan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, setidaknya dalam lingkup sekolah.

Murid sebagai Sumber Strategi

Strategi pengajaran harus disesuaikan dengan kondisi murid. Guru yang meremehkan kemampuan peserta didik dan berbicara dengan nada menyepelekan mereka atau sebaliknya, terlalu melebih-lebihkan kecerdasan peserta didik dan terlalu memuji-muji mereka, bukanlah guru yang menggunakan pendekatan murid sebagai sumber strategi pengajaran.

Murid dapat berpartisipasi dalam perencanaan pengajaran secara efektif dengan cara: (1) turut menentukan pilihan di antara topik-topik yang sama-sama dapat dibahas; (2) membantu mengidentifikasi sasaran pengajaran; (3) memberikan masukan mengenai strategi pengajaran yang sesuai; (4) dapat memilih tugas, dikerjakan secara individu atau secara berkelompok; (5) memilih materi pelajaran; (6) menentukan struktur kegiatan belajar mengajar.

Masyarakat sebagai Sumber Strategi

Keinginan orangtua, tipe lingkungan masyarakat, tradisi, dan kesepakatan, kesemuanya itu memegang peranan dalam menentukan strategi pengajaran ruang kelas.

Usaha-usaha masyarakat untuk menyunting materi dan metode yang digunakan sering terjadi di beberapa wilayah. Meskipun pihak pendidik mungkin mendapatkan kesulitan dari masyarakat karena pilihan masyarakat atas teknik dan muatan pelajaran di sekolah, para pendidik semestinya tidak mengabaikan tindakan masyarakat itu. Karena bagaimanapun juga, pihak-pihak yang berkepentingan diharapkan untuk melibatkan anggota masyarakat dalam proses pengembangan kurikulum. Belajar mengenai kebutuhan masyarakat, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya mungkin perlu dilakukan sebelum seorang guru bisa memperoleh dukungan dari masyarakat dalam menggunakan teknik yang ia yakini merupakan teknik yang paling efektif. Opini masyarakat mengenai sekolah dan kurikulumnya dapat dikumpulkan melalui komite penasihat, kelompok relawan dari pihak orangtua, persatuan orangtua-guru (sekolah), dan kelompok masyarakat.

Guru sebagai Sumber Strategi

Strategi pengajaran harus sesuai dengan (1) gaya mengajar masing-masing guru, dan (2) model (model-model) pengajaran yang digunakan oleh guru. Guru harus menganalisis gaya mengajar tertentu yang mereka gunakan dan guru juga harus menganalisis model pengajaran yang menurut mereka paling cocok untuk gaya mengajar mereka tersebut. Guru harus mencari tahu bagaimana memperluas perbendaharaan mereka dengan cara mengembangkan lebih dari satu model mengajar.

Acuan dalam Memilih Strategi Pengajaran

Terdapat acuan untuk membantu guru dalam memilih strategi pengajaran, yang menunjukkan bahwa suatu strategi harus tepat bagi:

  1. peserta didik. Strategi pengajaran harus dapat memenuhi kebutuhan dan minat murid serta harus sesuai dengan gaya belajar mereka.
  2. guru. Strategi pengajaran harus bisa berhasil baik bagi masing-masing guru.
  3. mata pelajaran. Contohnya: bantuan napas buatan, lebih efektif bila dipelajari dengan ditunjukkan caranya dan melatihnya daripada hanya diberi teori saja.
  4. waktu yang disediakan. Contohnya: sebuah eksperimen ilmiah yang membutuhkan waktu beberapa hari tidaklah mungkin dilakukan bila tidak diberikan waktu yang cukup untuk itu.
  5. sumber yang disediakan. Materi referensi mesti tersedia bila murid diwajibkan untuk menyelesaikan proyek riset yang mengharuskan mereka untuk menggunakan materi referensi tersebut.
  6. fasilitas. Contohnya: dengan membagi-bagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil untuk mengadakan diskusi, mungkin tidak akan praktis bila ruangan yang tersedia kecil ukurannya.
  7. sasaran pengajaran. Strategi pengajaran harus dipilih untuk memenuhi sasaran pengajaran.

GAYA/CARA MENGAJAR

Gaya mengajar adalah serangkaian karakter pribadi dan pembawaan yang jelas-jelas mengidentifikasi seorang individu sebagai seorang guru yang unik. Guru, baik secara sadar maupun tidak, mengadopsi gaya mengajar tertentu. Guru sebagai orang yang suka membantu, suka mendisiplinkan, aktor, teman, sosok ayah atau ibu, otokrat, seniman, kakak, orang yang menjelaskan dengan terperinci, merupakan contoh-contoh dari gaya guru mengajar. Barbara Bree Fischer dan Louis Fischer (1979, dalam Oliva, 1992: 409) mendefinisikan gaya mengajar sebagai: sifat yang meresap dalam perilaku seorang individu, sifat yang terus-menerus bertahan walaupun muatannya mungkin berbeda.

Fischer dan Fischer mengidentifikasi beberapa gaya mengajar, antara lain:

Orientasi pada Tugas.

Perancang Ko-operatif.

Terpusat pada Anak Didik.

Terpusat pada Mata Pelajaran.

Terpusat pada Pembelajaran.

Hal yang Menarik secara Emosional dan Hambatannya.

GAYA PEMBELAJARAN

Gaya mengajar guru berkaitan erat dengan gaya belajar murid. Beberapa murid memiliki karakteristik: rajin, pekerja keras, memiliki kemauan untuk mulai belajar sendiri lebih dulu, lambat tapi tekun, berprestasi tinggi, skeptis, dan lain-lain. Dari karakteristik tersebut, masing-masing murid memiliki gaya pembelajaran yang berbeda satu sama lain sebagaimana halnya masing-masing guru yang memiliki gaya mengajar yang berbeda-beda. Guru harus menyadari bahwa gaya mengajar mereka dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap prestasi murid dan bahwa gaya mengajar guru seringkali bertentangan dengan tujuan murid itu sendiri. Untuk itu, diperlukan perubahan dan gaya mengajar guru.

Gaya mengajar guru bukanlah sesuatu yang begitu saja berubah dengan mudah. Gaya mengajar guru dapat diubah melalui berbagai proses kemauan untuk belajar, pelatihan yang sesuai, konseling/bimbingan, atau terapi.

Murid sendiri selama proses bersekolah akan belajar bagaimana berinteraksi dengan banyak murid lainnya yang memiliki karakter berbeda-beda dan gaya belajar yang berbeda pula. Meskipun beberapa murid memilih gaya belajar yang santai, tidak terstruktur, dan informal selama masa bersekolah, sewaktu lulus mereka akan menghargai guru yang memiliki gaya mengajar yang berorientasi tugas dan terfokus pada mata pelajaran karena guru-guru tersebut tetap memegang teguh prinsip mereka tersebut sehingga membantu murid santai tersebut untuk berhasil di masyarakat setelah mereka lulus.

MODEL MENGAJAR

Model mengajar adalah serangkaian perilaku umum yang menekankan pada satu strategi tertentu atau pada serangkaian strategi. Bruce Joyce dan Marshal Well (dalam Oliva, 1992) mendefinisikan “model mengajar” sebagai berikut: model mengajar adalah rencana atau pola yang bisa digunakan untuk membentuk kurikulum (mata pelajaran jangka panjang), untuk merancang materi pengajaran, dan untuk memberi acuan pengajaran di dalam ruang kelas dan tempat lain.

PENTINGNYA VARIASI

Keberagaman model pengajaran merupakan hal penting agar pengajaran menjadi sukses. Proses belajar mengajar yang menggunakan satu model pengajaran yang konstan akan membuat murid menjadi bosan dan lelah.

Sementara, suatu model pengajaran juga harus sesuai dengan gaya mengajar guru maupun sesuai dengan gaya belajar murid. Maka, diharapkan masing-masing guru di satu sekolah tidak memiliki model pengajaran yang sama.

KECAKAPAN MENGAJAR

Kecakapan mengajar merupakan kompetensi umum dan spesifik yang penting untuk dirancang dan untuk melakukan pengajaran.

Kompetensi Umum

Perencanaan pelajaran merupakan sebuah kecakapan umum yang bersangkutan dengan semua guru pada jenjang apa pun. Kemampuan untuk mengajar murid untuk mengerjakan pembagian angka berapa pun merupakan contoh dari kecakapan mengajar secara spesifik. Baik model pengajaran maupun kecakapan mengajar haruslah cocok dengan gaya mengajar guru. Strategi pengajaran harus sesuai dengan gaya mengajar, model pengajaran, dan kecakapan mengajar guru.

Tak masalah kecakapan guru tersebut merupakan kecakapan umum atau spesifik, guru harus bisa menunjukkan beragam kecakapan pengajaran yang bisa diadaptasi ke dalam gaya mengajar dan model pengajaran mereka sendiri. Riset membuktikan bahwa perilaku guru mengungkapkan bahwa kecakapan mengajar dapat ditiru, dipelajari, dimodifikasi, dan diadopsi.

Gaya mengajar masing-masing guru, model mengajar yang digunakan guru, dan kecakapan mengajar yang mereka miliki, semuanya mempengaruhi rencana pengajaran mereka. Contohnya saja, guru memilih strategi yang sesuai dengan gaya mereka masing-masing. Maka, mereka menggunakan model yang juga sesuai dan memilih strategi yang dibutuhkan oleh kecakapan mengajar mereka.

MENGORGANISIR PENGAJARAN

Membuat perencanaan pengajaran terdiri atas komponen-komponen berikut:

  • tujuan
  • sasaran
  • strategi
  • sumber pembelajaran
  • teknik evaluasi

Unit Perencanaan

Unit perencanaan yang sering disebut juga dengan “unit pembelajaran”, “unit mengajar”, atau sekadar “unit saja adalah suatu alat untuk mengorganisir komponen pengajaran untuk mengajarkan topik atau tema tertentu.

Unit perencanaan ditulis untuk digunakan. Unit perencanaan merupakan dokumen kuat dan harus digunakan yang sangat membantu, dan diperbanyak, dikurangi, diperbaiki, dam dibuang bila perlu.

Perencanaan Pelajaran

Perencanaan pembelajaran memetakan pengajaran sehari-hari. Membuat unit pengajaran merupakan hal penting bagi perencanaan yang holistik atau secara keseluruhan. Laurence J. Peter (dalam Oliva, 1992) mengemukakan bahwa “Perencanaan pelajaran adalah sebuah garis besar yang dipersiapkan untuk mengajar, sehingga, waktu dan materi dapat dimanfaatkan secara efisien”.

PRESENTASI/PENYAMPAIAN PENGAJARAN

Setelah merencanakan dan mengorganisir pengajaran, guru kemudian tiba pada proses mengarahkan pengalaman pembelajaran murid di ruang kelas. Dari penelitian-penelitian yang diadakan mengenai mengajar efektif, dapat disimpulkan bahwa murid akan belajar lebih baik bila guru pun mengharapkan murid untuk belajar, guru fokus pada muatan yang akan diajarkan, terus memberi tugas pada murid, memberikan latihan cukup, memonitor prestasi murid, dan memperhatikan keberhasilan murid.

Terbukti bahwa untuk beberapa tipe pembelajaran tertentu dan untuk beberapa tipe murid tertentu, pengajaran secara langsung terhadap kelompok secara keseluruhan oleh guru akan lebih efektif daripada strategi lain dengan kelompok-kelompok kecil. Terbukti juga bahwa teknik “melatih” murid merupakan teknik yang tepat untuk beberapa tipe pembelajaran dan beberapa tipe murid. Pendidikan calon guru harus membuat calon guru yang memiliki prospek untuk mewaspadai cakupan strategi pengajaran yang cukup luas menjadi memungkinkan dan membantu para calon guru tersebut untuk mengembangkan kecakapan dalam penggunaan strategi-strategi pengajaran tersebut.

PENGAJARAN INDIVIDUAL versus PENGAJARAN KELOMPOK

Para pendukung pengajaran individual mengemukakan bahwa pengajaran seharusnya diarahkan menuju kebutuhan masing-masing individu murid. Strategi pengajaran terprogram, bekerja sendiri secara individu, belajar mandiri, tutorial, belajar mandiri yang terpandu, dan pengajaran dengan media komputer, telah dipraktikkan di sekolah-sekolah.

Sementara, mereka yang mendukung pengajaran kelompok mengemukakan bahwa, untuk beberapa tujuan tertentu, mengajar semua kelompok secara keseluruhan jauh lebih efisien dan praktis di dalam sistem pendidikan massal kita daripada bila menggunakan pengajaran individual. Konsekuensinya, mengajar kelompok atau subkelompok telah memberikan efisiensi waktu. Bahkan, penelitian mengenai efektivitas guru mendukung pendekatan mengajar kelompok.

Video Interaktif

Pengajaran terbaru dalam individualisasi adalah video interaktif, yang dikembangkan melalui teknologi pengajaran dengan media komputer dan digabungkan dengan teknologi presentasi video. Gary W. Orwig dan Donna J. Baumbach (dalam Oliva: 1992: 429) mengemukakan bahwa “Video interaktif adalah sebuah pesan video yang dikendalikan oleh program komputer”.

Sementara video presentasi yang sejenis dengan video interaktif menempatkan peserta didik dalam peran pasif, maka video interaktif bisa membuat murid untuk memegang peran aktif dengan merespon presentasinya. Orwig dan Baumbach menggambarkan tiga level video interaktif, sekalipun level pertamanya tidak menggunakan media komputer: (1) alat pemutar video disc tanpa komputer, membuat murid tidak bisa berinteraksi; (2) alat pemutar video disc dengan komputer internal; dan (3) alat pemutar video disc yang dikendalikan leh komputer desktop eksternal, yang dapat membuat proses interaksi berjalan baik. Orwig dan Baumbach menyatakan bahwa video interaktif merupakan media pengajaran yang kuat, dan video interaktif tersebut memiliki potensi untuk mengubah cara belajar masyarakat.

Pembelajaran ko-operatif

Menurut Robert E. Slavin (dalam Oliva, 1992: 429), pembelajaran ko-operatif merupakan bentuk organisasi ruang kelas di mana murid belajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu murid lainnya mempelajari materi akademis.

Pembelajaran kelompok menekankan aspek positif dari murid untuk bekerja sama dan saling membantu satu sama lain. Dengan pembelajaran kelompok, masing-masing murid memiliki tanggung jawab terhadap kelompok mereka demi kemajuan kelompok mereka sendiri.

KESIMPULAN

Memilih strategi pengajaran merupakan salah satu langkah terakhir dalam merencanakan pengajaran. Strategi pengajaran berasal dari sejumlah sumber, termasuk sasaran pengajaran, mata pelajaran, murid, masyarakat, dan guru.

Guru memiliki beragam variasi dalam gaya, model, dan keahlian mengajar mereka. Gaya mengajar berarti sifat unik masing-masing guru yang dikembangkan selama bertahun-tahun untuk membedakan dirinya sendiri dari guru lainnya.

Model pengajaran merupakan peran umum—pola dari suatu metode—seperti misalnya: guru sebagai pemimpin diskusi, pengajar televisi, atau informan bahasa asing. Metode Sokrates dengan menstimulasi pemikiran seseorang, pada akhirnya mempengaruhi pemilihan model yang menggunakan model pengajaran (peran guru sebagai seorang pengkhotbah) maupun metode (guru yang menyampaikan khotbah).

Kecakapan mengajar merupakan kompetensi umum dan spesifik yang penting untuk dirancang dan untuk melakukan pengajaran. Perencanaan pelajaran merupakan sebuah kecakapan umum yang bersangkutan dengan semua guru pada jenjang apa pun. Kemampuan untuk mengajar murid untuk mengerjakan pembagian angka berapa pun merupakan contoh dari kecakapan mengajar secara spesifik. Baik model pengajaran maupun kecakapan mengajar haruslah cocok dengan gaya mengajar guru. Strategi pengajaran harus sesuai dengan gaya mengajar, model pengajaran, dan kecakapan mengajar guru.

Strategi pengajaran, gaya mengajar, dan kecakapan mengajar semuanya dipilih, diadopsi, dan diimplementasikan untuk memenuhi tujuan dan sasaran pengajaran hingga berhasil baik. Tujuan akhir dari semua strategi, gaya mengajar, model pengajaran, dan kecakapan mengajar adalah untuk membantu perkembangan prestasi baik murid.

Komponen pengajaran yang beragam haruslah diorganisir menjadi—di antara tipe-tipe perencanaan lainnya—unit jangka pendek dan perencanaan pelajaran harian. Meskipun guru dapat merancang format unit perencanaan dan perencanaan pelajaran mereka sendiri, guru disarankan untuk menggunakan garis besar umum tentang unit perencanaan dan perencanaan pelajaran. Sewaktu guru sudah memiliki pengalaman banyak, kurangnya detail daalam perencanaan bukanlah perkara besar. Bagaimanapun juga, beberapa perencanaan merupakan hal yang penting untuk disusun.

Terdapat strategi baru dalam presentasi/penyampaian pengajaran yang disebut dengan “sistem penyampaian”. Teknologi video interaktif melengkapi pendekatan baru dalam pengajaran individual: pembelajaran ko-operatif merupakan variasi/ragam terbaru dari pengajaran kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Oliva, Peter F. 1992. Developing the Curriculum: Third Edition. United States of America: HarperCollins Publishers

Sabtu, 20 September 2008

MAKNA KEBERADAAN DIRI: REFLEKSI HATI



Di sepanjang perjalanan hidup, kesadaran muncul dengan beragam cara. Terbersit begitu saja, atau terkadang membutuhkan orang lain untuk menyentil kesadaran itu. Malah kadangkala, membutuhkan peristiwa menghenyakkan demi mencapai kesadaran dalam bermakna. Menampar setiap sel-sel kelabu di kepala dan menghentakkan setiap denyut sanubari.

Setiap orang dilahirkan dengan cara yang berbeda. Kemudian, besar dan dibesarkan dengan cara yang beragam. Di satu saat, memiliki sifat yang unik dan tidak sama. Maka, sungguh tak mengherankan bila cara berpikir setiap orang tersorot dari sudut pandang yang berlainan, serta terurai dengan pola dan gaya yang beraneka ragam.

Dan setiap orang dilahirkan untuk peran dan tujuannya masing-masing. Kita semua memiliki makna keberadaan yang berbeda di dunia rapuh ini. Menempuh tujuannya di jalan masing-masing. Bilapun melenceng dan tersasar, pasti kan dituntun lagi ke setapak yang tepat. Di hadapanku, terhampar banyak cabang. Mana pun yang kupilih untuk kujalani, aku yakin tetap menuju ke jalur yang benar. Tak peduli nanti ku bersua seseorang yang menggandengku ke belokan yang menyesatkan, aku tahu ku kan kembali lagi ke tikungan semula. Tak masalah bila nanti ku menjumpai sesuatu yang menghalangiku berjalan lurus, aku tahu ku kan berbelok ke arah yang tepat.

Aku yang sekarang masih sama seperti yang dulu. Bukannya statis dan stagnan, hanya tak berkembang, itu saja. Dan aku lebih suka mengistilahkannya dengan STABIL. Di waktu teman-teman yang lain sudah di belakang garis finish, aku sadar aku masih tertatih di hitungan seperempat lap.




Aku hanya meniti hidupku yang sekarang ini seraya mereka-reka rencana masa depanku nanti dengan apa adanya. Tak masalah bila nanti tak terlaksana. Tak peduli bila kelak tak tercapai segala anganku. Untuk saat ini, kunikmati semua anugerah. Tertawa dan beradu debat bersama kawan. Terlena dalam tawa untuk sejenak bila merasakan canda terlontar. Terhenyak saat kenyataan menghantam bila seorang kawan, tanpa ayal dan tak disangka, menyudutkan diriku. Tersenyum dan menangis bersama saudara tersayang. Mengiringi setiap langkahku, bahkan dengan kenangan masa lalu yang tak kan mungkin terlupakan, mengendap di hati selalu.

Dan ada kala ketika aku terkenang duka menerpa. Tersedu di kala sendirian. Masa di saat aku harus melalui hari di mana langkahku terasa berat dan mesti diseret ke arah tujuanku. Masa-masa sewaktu aku merasa sendirian dan buta, tak melihat bahwa sebenarnya sobatku selalu ada di sisiku.

Terkadang aku merasakan diriku ini bagaikan bintang-gemintang di angkasa luas sana. Dari kejauhan, di bumi ini, bintang-bintang laksana serangkaian kawan yang berkumpul menjadi satu, saling mengisi ceria. Namun sebenarnya, di lintasan orbitnya, mereka saling menjauh dan terkucil dari satu sama lainnya. Dan kadangkala, aku merasa terdiam terpisahkan di sudut sepi. Tak terjamah dan juga tak mengulurkan tanganku sendiri untuk digenggam kawanku.

Namun di lain waktu, terasa hadirnya teman di kala jatuh cinta, dan di saat bertepuk sebelah tangan. Pun di saat terpuruk karena patah hati. Di waktu aku sekali lagi memendam perasaan ini untuk diri sendiri. Bahkan walau tak pernah kucurahkan perasaanku tentang “dia yang kuredam di lubuk hatiku” pada sahabatku, tetap saja teman kentalku itu kan selalu ada di sisi dan hatiku. Ia kan selalu di hati, bahkan walau tak terpandang oleh mata, meski tak terdengar oleh telinga. Kawan kan selalu memerankan dirinya sebagai pelakon yang kan hadir setiap saat dibutuhkan tuk tampil. Dan ia kan terus tampil di setiap tengah panggungku, karena ku membutuhkannya setiap saat, dan aku kan tetap ada bila ia pun membutuhkanku.


Setiap orang berada di dunia untuk perannya masing-masing. Demi suatu tujuan yang telah dituliskan di kalam yang tak kasat mata. Dan kita semua bersinggungan di satu sisi. Kuakui aku sering menggugat: untuk apa sebenarnya aku diciptakan di dunia.

Dan kini kusadari di titik kulminasi keresahanku: semua orang diciptakan untuk membahagiakan orang lain. Walaupun itu hanyalah setitik bahagia. Asalkan dengan cara yang tepat, kita semua pasti bisa berguna. Dan aku, bisa bermanfaat sesuai peranku, hanyalah untuk memberikan secuil kebahagiaan bagi orang lain dengan cara yang tepat, tanpa pamrih, dan tanpa tekanan.

Berkat satu baris pesan singkat berperantaraan teknologi; aku disadarkan, bahwa aku ini bisa berguna bagi orang lain. Khususnya, bagi kawanku.

“Mbak Dini, aku pengen di kost. Coz dengan adanya mbak Dini, aku bisa selalu seneng.” Untaian dua kalimat yang menamparku ke realita.

Itukah arti hidupku bagi orang di sekitarku? ADA bagi kawanku. Dan aku merasa senang bisa menjadi bermakna bagi orang lain. Merasa bahagia untuk dibutuhkan my real friend.

Kesadaran lain yang termaktub di benak: saat ada orang-orang yang menilai orang lain dari penampilannya belaka. Tak pernahkah mereka mendengar sebaris kalimat yang sungguh kaya akan makna hidup, bahkan walaupun cuma sebait? NEVER JUDGE A BOOK BY ITS COVER. Tak pernahkah mereka berpikir, bahwa apa yang ada di luar tidak selalu sebagaimana apa adanya yang berada dalam diri seseorang? Mereka yang sekilas pandang tampak tak mampu berbuat apapun, sesungguhnya memendam potensi yang tiada terkira. Hanya saja, ia tak sanggup menunjukkan pada dunia, hanya karena tak sekalipun mendapatkan kesempatan.

Ingin rasanya bisa menjelajahi segala sesuatunya dari sudut pandang orang lain. Berusaha untuk menjaga perasaan orang lain. Dan menceritakan pada dunia bahwa hidup tak hanya terkotakkan dalam kubus besi yang tak bisa ditembus. Hidup memang sulit, namun bukan berarti tak bisa diarungi.

Hanya satu harapanku terngiang hingga tak sekelebatan mata tertangkap, semoga semua yang pernah kujalani, kan kuresapkan dalam benak dan tak terlupakan. Demi diriku sendiri suatu saat nanti.

Dan untuk saat ini, aku BELAJAR untuk mempelajari HIDUP. Belajar untuk menjalani hidup. Belajar untuk mengalami hidup. Belajar untuk berbagi, duka maupun suka. Belajar untuk membahagiakan orang lain. Belajar untuk dibahagiakan orang lain. Belajar untuk berguna. Belajar untuk mendukung. Belajar untuk meminta dukungan. Belajar untuk membantu dan menolong. Belajar untuk menerima bantuan dan pertolongan orang lain. Belajar untuk membutuhkan orang lain. Belajar untuk dibutuhkan orang lain. Belajar untuk merasakan. Belajar untuk mengerti. Belajar untuk dimengerti. Belajar untuk memahami. Belajar untuk dipahami. Dikawani bintang di atas sana yang mengiringi langkahku setiap saat. Karena bintang selalu ada, walaupun kala siang mereka tak terlihat oleh silaunya mentari.


Rasa terima kasih tak terhingga bagi semua orang yang pernah singgah dalam hidupku, walaupun hanya sesaat dan kemudian tak kujumpa lagi. Dan untuk saat ini, akan kunikmati hidup dengan senyum, juga berbagi tawa dan tangis.