Sabtu, 20 September 2008

MAKNA KEBERADAAN DIRI: REFLEKSI HATI



Di sepanjang perjalanan hidup, kesadaran muncul dengan beragam cara. Terbersit begitu saja, atau terkadang membutuhkan orang lain untuk menyentil kesadaran itu. Malah kadangkala, membutuhkan peristiwa menghenyakkan demi mencapai kesadaran dalam bermakna. Menampar setiap sel-sel kelabu di kepala dan menghentakkan setiap denyut sanubari.

Setiap orang dilahirkan dengan cara yang berbeda. Kemudian, besar dan dibesarkan dengan cara yang beragam. Di satu saat, memiliki sifat yang unik dan tidak sama. Maka, sungguh tak mengherankan bila cara berpikir setiap orang tersorot dari sudut pandang yang berlainan, serta terurai dengan pola dan gaya yang beraneka ragam.

Dan setiap orang dilahirkan untuk peran dan tujuannya masing-masing. Kita semua memiliki makna keberadaan yang berbeda di dunia rapuh ini. Menempuh tujuannya di jalan masing-masing. Bilapun melenceng dan tersasar, pasti kan dituntun lagi ke setapak yang tepat. Di hadapanku, terhampar banyak cabang. Mana pun yang kupilih untuk kujalani, aku yakin tetap menuju ke jalur yang benar. Tak peduli nanti ku bersua seseorang yang menggandengku ke belokan yang menyesatkan, aku tahu ku kan kembali lagi ke tikungan semula. Tak masalah bila nanti ku menjumpai sesuatu yang menghalangiku berjalan lurus, aku tahu ku kan berbelok ke arah yang tepat.

Aku yang sekarang masih sama seperti yang dulu. Bukannya statis dan stagnan, hanya tak berkembang, itu saja. Dan aku lebih suka mengistilahkannya dengan STABIL. Di waktu teman-teman yang lain sudah di belakang garis finish, aku sadar aku masih tertatih di hitungan seperempat lap.




Aku hanya meniti hidupku yang sekarang ini seraya mereka-reka rencana masa depanku nanti dengan apa adanya. Tak masalah bila nanti tak terlaksana. Tak peduli bila kelak tak tercapai segala anganku. Untuk saat ini, kunikmati semua anugerah. Tertawa dan beradu debat bersama kawan. Terlena dalam tawa untuk sejenak bila merasakan canda terlontar. Terhenyak saat kenyataan menghantam bila seorang kawan, tanpa ayal dan tak disangka, menyudutkan diriku. Tersenyum dan menangis bersama saudara tersayang. Mengiringi setiap langkahku, bahkan dengan kenangan masa lalu yang tak kan mungkin terlupakan, mengendap di hati selalu.

Dan ada kala ketika aku terkenang duka menerpa. Tersedu di kala sendirian. Masa di saat aku harus melalui hari di mana langkahku terasa berat dan mesti diseret ke arah tujuanku. Masa-masa sewaktu aku merasa sendirian dan buta, tak melihat bahwa sebenarnya sobatku selalu ada di sisiku.

Terkadang aku merasakan diriku ini bagaikan bintang-gemintang di angkasa luas sana. Dari kejauhan, di bumi ini, bintang-bintang laksana serangkaian kawan yang berkumpul menjadi satu, saling mengisi ceria. Namun sebenarnya, di lintasan orbitnya, mereka saling menjauh dan terkucil dari satu sama lainnya. Dan kadangkala, aku merasa terdiam terpisahkan di sudut sepi. Tak terjamah dan juga tak mengulurkan tanganku sendiri untuk digenggam kawanku.

Namun di lain waktu, terasa hadirnya teman di kala jatuh cinta, dan di saat bertepuk sebelah tangan. Pun di saat terpuruk karena patah hati. Di waktu aku sekali lagi memendam perasaan ini untuk diri sendiri. Bahkan walau tak pernah kucurahkan perasaanku tentang “dia yang kuredam di lubuk hatiku” pada sahabatku, tetap saja teman kentalku itu kan selalu ada di sisi dan hatiku. Ia kan selalu di hati, bahkan walau tak terpandang oleh mata, meski tak terdengar oleh telinga. Kawan kan selalu memerankan dirinya sebagai pelakon yang kan hadir setiap saat dibutuhkan tuk tampil. Dan ia kan terus tampil di setiap tengah panggungku, karena ku membutuhkannya setiap saat, dan aku kan tetap ada bila ia pun membutuhkanku.


Setiap orang berada di dunia untuk perannya masing-masing. Demi suatu tujuan yang telah dituliskan di kalam yang tak kasat mata. Dan kita semua bersinggungan di satu sisi. Kuakui aku sering menggugat: untuk apa sebenarnya aku diciptakan di dunia.

Dan kini kusadari di titik kulminasi keresahanku: semua orang diciptakan untuk membahagiakan orang lain. Walaupun itu hanyalah setitik bahagia. Asalkan dengan cara yang tepat, kita semua pasti bisa berguna. Dan aku, bisa bermanfaat sesuai peranku, hanyalah untuk memberikan secuil kebahagiaan bagi orang lain dengan cara yang tepat, tanpa pamrih, dan tanpa tekanan.

Berkat satu baris pesan singkat berperantaraan teknologi; aku disadarkan, bahwa aku ini bisa berguna bagi orang lain. Khususnya, bagi kawanku.

“Mbak Dini, aku pengen di kost. Coz dengan adanya mbak Dini, aku bisa selalu seneng.” Untaian dua kalimat yang menamparku ke realita.

Itukah arti hidupku bagi orang di sekitarku? ADA bagi kawanku. Dan aku merasa senang bisa menjadi bermakna bagi orang lain. Merasa bahagia untuk dibutuhkan my real friend.

Kesadaran lain yang termaktub di benak: saat ada orang-orang yang menilai orang lain dari penampilannya belaka. Tak pernahkah mereka mendengar sebaris kalimat yang sungguh kaya akan makna hidup, bahkan walaupun cuma sebait? NEVER JUDGE A BOOK BY ITS COVER. Tak pernahkah mereka berpikir, bahwa apa yang ada di luar tidak selalu sebagaimana apa adanya yang berada dalam diri seseorang? Mereka yang sekilas pandang tampak tak mampu berbuat apapun, sesungguhnya memendam potensi yang tiada terkira. Hanya saja, ia tak sanggup menunjukkan pada dunia, hanya karena tak sekalipun mendapatkan kesempatan.

Ingin rasanya bisa menjelajahi segala sesuatunya dari sudut pandang orang lain. Berusaha untuk menjaga perasaan orang lain. Dan menceritakan pada dunia bahwa hidup tak hanya terkotakkan dalam kubus besi yang tak bisa ditembus. Hidup memang sulit, namun bukan berarti tak bisa diarungi.

Hanya satu harapanku terngiang hingga tak sekelebatan mata tertangkap, semoga semua yang pernah kujalani, kan kuresapkan dalam benak dan tak terlupakan. Demi diriku sendiri suatu saat nanti.

Dan untuk saat ini, aku BELAJAR untuk mempelajari HIDUP. Belajar untuk menjalani hidup. Belajar untuk mengalami hidup. Belajar untuk berbagi, duka maupun suka. Belajar untuk membahagiakan orang lain. Belajar untuk dibahagiakan orang lain. Belajar untuk berguna. Belajar untuk mendukung. Belajar untuk meminta dukungan. Belajar untuk membantu dan menolong. Belajar untuk menerima bantuan dan pertolongan orang lain. Belajar untuk membutuhkan orang lain. Belajar untuk dibutuhkan orang lain. Belajar untuk merasakan. Belajar untuk mengerti. Belajar untuk dimengerti. Belajar untuk memahami. Belajar untuk dipahami. Dikawani bintang di atas sana yang mengiringi langkahku setiap saat. Karena bintang selalu ada, walaupun kala siang mereka tak terlihat oleh silaunya mentari.


Rasa terima kasih tak terhingga bagi semua orang yang pernah singgah dalam hidupku, walaupun hanya sesaat dan kemudian tak kujumpa lagi. Dan untuk saat ini, akan kunikmati hidup dengan senyum, juga berbagi tawa dan tangis.

Tidak ada komentar: